1. Kasus Suap Moge, Eks Auditor BPK Dituntut 9 Tahun Bui
Auditor Madya pada Sub-Auditorat VII B2 BPK Sigit Yugoharto dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sigit diyakini jaksa menerima motor gede (moge) Harley Davidson dari mantan General Manager Jasa Marga Cabang Purbaleunyi Setiabudi.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Sigit Yugoharto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa KPK Ali Fikri membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2018).
Jaksa juga mengatakan Sigit menerima fasilitas hiburan malam bernilai sekitar Rp 30 juta dan Rp 41 juta. Jaksa meyakini semua fasilitas yang diberikan kepada Sigit terkait dengan diubahnya hasil temuan sementara BPK dalam pengelolaan keuangan PT Jasa Marga.
"Terdakwa mengetahui atau patut diduga hadiah tersebut karena terdakwa mengubah hasil temuan sementara tim pemeriksa BPK atas PDTT terhadap pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi 2015-2016," ucap jaksa.
Jaksa menjelaskan Sigit bersama tim pemeriksa BPK lain bertemu Setiabudi di di karaoke Las Vegas Plaza Semanggi dan membahas jumlah kelebihan pembayaran. Kelebihan bayar bisa 'close' apabila Jasa Marga mengembalikan uang kelebihan.
Selain itu, jaksa menyatakan Sigit bertemu Setiabudi untuk meminta Harley Davidson seharga Rp 115 juta. Akhirnya, Harley Davidson dari Setiabudi diantarkan langsung ke rumah Sigit di Bandung pada 24 Agustus 2017.
"Permintaan motor Harley Davidson seolah-olah pembeliaan yang meminjam uang Setiabudi karena uang yang dibawa kurang. Peminjaman itu tidak terbukti dalam persidangan," jelas jaksa.
Akibat perbuatannya, Sigit didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Auditor Madya pada Sub-Auditorat VII B2 BPK Sigit Yugoharto dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sigit diyakini jaksa menerima motor gede (moge) Harley Davidson dari mantan General Manager Jasa Marga Cabang Purbaleunyi Setiabudi.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Sigit Yugoharto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa KPK Ali Fikri membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2018).
Jaksa juga mengatakan Sigit menerima fasilitas hiburan malam bernilai sekitar Rp 30 juta dan Rp 41 juta. Jaksa meyakini semua fasilitas yang diberikan kepada Sigit terkait dengan diubahnya hasil temuan sementara BPK dalam pengelolaan keuangan PT Jasa Marga.
"Terdakwa mengetahui atau patut diduga hadiah tersebut karena terdakwa mengubah hasil temuan sementara tim pemeriksa BPK atas PDTT terhadap pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi 2015-2016," ucap jaksa.
Jaksa menjelaskan Sigit bersama tim pemeriksa BPK lain bertemu Setiabudi di di karaoke Las Vegas Plaza Semanggi dan membahas jumlah kelebihan pembayaran. Kelebihan bayar bisa 'close' apabila Jasa Marga mengembalikan uang kelebihan.
Selain itu, jaksa menyatakan Sigit bertemu Setiabudi untuk meminta Harley Davidson seharga Rp 115 juta. Akhirnya, Harley Davidson dari Setiabudi diantarkan langsung ke rumah Sigit di Bandung pada 24 Agustus 2017.
"Permintaan motor Harley Davidson seolah-olah pembeliaan yang meminjam uang Setiabudi karena uang yang dibawa kurang. Peminjaman itu tidak terbukti dalam persidangan," jelas jaksa.
Akibat perbuatannya, Sigit didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
2. Kasus Fraud dan Penyelewengan Aset Melonjak di Tengah Pandemi
Hasil survei kantor akuntan publik dan konsultan RSM Indonesia menunjukkan bahwa kasus penipuan atau fraud dan penyelewengan aset meningkat selama masa pandemi COVID-19. "Berdasarkan hasil survei terhadap ancaman organisasi selama pandemi COVID-19, 80 persen instead of responden menyatakan bahwa penipuan atau fraud selama pandemi meningkat secara drastis, 35 persen menegaskan bahwa penyelewengan aset telah terjadi di organisasi mereka selama pandemi, dan 56 persen menyatakan pendapatan organisasi mereka paling terpengaruh oleh pandemi ini," kata Head of Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Praktik fraud tersebut diakui oleh 36 persen responden mengakibatkan kerugian finansial dan 35 persen responden lainnya menyoroti risiko reputasi dan 25 persen responden percaya fraud membuat operasional perusahaan terganggu. Ia mengatakan sebanyak 46 persen responden menyebut manajemen level menengah institusi mereka rentan dengan praktik fraud.
Angela menjelaskan 32 persen perusahaan masih menggunakan mekanisme pelaporan formal menggunakan email. Menariknya, kata dia,meski mereka menyadari ancaman fraud sering terjadi, sebanyak 20 persen responden lainnya mengaku mereka tidak memiliki mekanisme pelaporan formal untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi. "Sementara itu, berbagai bentuk penyelewengan aset terjadi mulai dari pencurian uang tunai, penyelewengan kwitansi kas, kecurangan saat pencairan, dan penyalahgunaan inventori aset perusahaan," ujarnya.
Angela menuturkan sebanyak 53 persen menilai internal audit menjadi mekanisme yang terbukti efektif dalam mendeteksi terjadinya fraud dan 29 persen lainnya menyatakan melalui saluran whistleblowing. Area yang memiliki risiko terjadinya fraud terbesar adalah di sektor pengadaan (dinyatakan oleh 49 persen responden) mulai dari perencanaan, seleksi mitra, pembayaran hingga audit, dimana korupsi dan potensi terjadinya pembengkakan biaya (mark up) sangat tinggi, dan 25 persen responden lainnya menyatakan pada divisi keuangan dan akuntansi.
Comments
Post a Comment